Cerpen
Indahnya persahabatan
Suasana pagi yang tenang hari itu sedikit berisik di barak kamar asrama yang berdiri dari bangunan persegi panjang dengan luas 30 x 10 meter, terdirir dari 3 lantai dengan jumlah 10 kamar di tiap lantainya. Barak Putri itu sebenarnya hening hampir-hampir lenggang karena hampir semua penghuninya sudah berpindah tempat menuju ruang makan. Berbaris teratur dan bersiap untuk mengambil jatah sarapan paginya. Tiba-tiba terdengar derak sepatu tergesa-gesa menuruni tangga dari lantai 3 tersebut. Dua orang pemudi dengan satu dasi digigit didepan mulutnya, dan yang seorang lagi sibuk dengan tali pinggangnya berlarian saling mendahulukan, mereka adalah Ririn dan Imel , mahasiswa tingkat 3 yang secara bersamaan pada pagi ini kesiangan memulai paginya.
Akhirnya aksi keterlambatan Ririn dan Imel berakhir dengan melewatkan sarapan pagi dan memilih untuk menyusup lebih cepat kedalam bus yang akan membawa mereka menuju kampus pagi ini. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya buat Ririn dan Imel mengalami pagi yang indah ini bersama, dulu sekali ketika mereka untuk pertama kalinya menjejakkan kaki di kota ini, masuk kedalam lingkungan indah asrama kampus ini, mereka melakukan hal yang sama. Dua tahun yang lalu secara kebetulan mereka bertemu dibandara, duduk bersebelahan didalam bus jemputan dan tas mereka tertukar. 2 jam berikutnya setelah memasuki asrama kampus, semua mahasiswa dikumpulkan dan wajib mengunakan seragam universitas yang telah dibagikan, dan untuk pertama kalinya mereka membuat kehebohan dan keributan mengenai siapa yang salah membawa tas siapa, dan seperti yang kalian tahu mereka terlambat dihari pertama perkuliahan dimulai. seperti saat ini ketika mereka duduk bersebelahan, dengan peluh mengotori bagian depan kemeja dan menghiasi dahi mereka, sampai tiba-tiba perut mereka secara bersamaan mengeluarkan bunyi yang memilukan “kkrrrrrkk”, mereka saling menoleh satu sama lain dan tertawa, mereka benar-benar butuh makan!
Universitas Gading Taruna itulah nama tempat mereka menuntut ilmu saat ini. Merupakan salah satu tempat perkuliahan bergengsi yang mewajibkan para mahasiswanya hidup membumi alias diasramakan. Dan tentu saja tidak terlepas dari aturan-aturan kedisiplinan ( semi militer), aturan-aturan ini-itu, tata cara ini itu, yang sering sekali dikeluhkan para mahasiswanya tidak secara langsung, cukup dalam hati saja, karena sebenarnya mereka tahu apa yang mereka patuhi dan lakukan saat ini akan sangat berguna jika suatu saat setelah pendidikan ini berakhir dan mereka harus berbaur dengan masyarakat.
Suasana hari ini di kampus sedikit gerah walaupun matahari tidak seberapa menyilaukan. Sudah lewat dua puluh menit semenjak jam kedua pelajaran dimulai dan imel mulai bergerak gelisah sambil sesekali menekan perutnya. Menoleh kesamping kirinya Imel berbisik kepada Ririn.
“ Ririn.. perut aku sakit nih, kamu ada makanan ga?”
Ririn menoleh , “kagak”, pan elu tau kita sama-sama telat.
Ririn cukup eksentrik, berasal dari Ibu kota, kreatif dan adaptatif. Ririn tidak seperti kebanyakan anak perempuan lainnya, posture tubuhnya sedikit berbeda, sedikit lebih macho dibandingkan feminine. Dan dia tidak suka berdandan, hanya mau mengoleskan pelembab muka dan menyemprotkan sedikit parfum di kedua pergelangan tangannya. Ririn mendapatkan julukan ‘Si elu’ dari kawan-kawan disekitarnya karena kebiasaan elu-gua nya yang tak pernah bisa ditinggalkan. Ciri khas berpakaiannya adalah menggunakan jaket disetiap kesempatan yang memungkinkan. Sedangkan Imel tipikal gadis sederhana, imel suka berdandan dan tidak berlebihan, pendiam dan suka panik disaat-saat terdesak sehingga sering sekali membuat kehebohan. Imel lebih suka menyebutkan nama lawan bicaranya dan menyebut namanya sendiri dalam setiap percakapan. Ya, mereka berdua memang bertolak belakang tetapi mereka berdua saling melengkapi dan karenanya mereka bersahabat.
“oh ma God! Gw lupa, perasaan kemaren gua ada nyusupin sesuatu deh didalam kantung tas gua!” seru Ririn
“bentar deh mel” sambil Merogoh kantung celana panjangnya, Ririn mengeluarkan sesuatu,
“ya itu suatu bungkusan yippi” serunya pelan sambil cengengesan
“ apa itu?” Imel penasaran
“sepotong crackers yang berharga” ririn nyengir kuda, dan dia mematahkan crackers yang tak jelas bentuknya itu dan membaginya setengah kepada imel.
“aman nih? Jangan-jangan uda kadaluarsa” Imel sangsi
“aman dah! Expired nya bulan September, lah ini masi Agustus” Ririn ngakak tanpa suara
“ampuunn deehh!” mau ga mau Imel akhirnya memakan crackers yang menyedihkan itu, lumayan buat mengganjal perut.
Tiba-tiba “Imelda dan Rimesa” ,
Sontak Imel dan ririn membeku, dan perlahan mengangkat wajah, 5 meter dari tempat mereka duduk, dosen wali mereka berdiri dengan tegak, kokoh dan garang.. ‘glek’ Imel segera menelan sisa terakhir crackers yang tersangkut ditenggorokannya dan hampir membuatnya tersedak kalian berdua setelah makan siang ikut pasukan tujuh belasan, Imellda kamu akan memimpin paduan suara, dan kamu Rimesa, kamu akan menjadi salah satu penggerek bendera, mengerti?’ Dosen wali yang agak menyeramkan ini menaikkan salah satu alisnya “siap! Mengerti” dan mereka pun berpandangan.
Menjadi anggota 17-an kedengarannya memang sangat keren, bergaya, tapi itu berarti ada jam tambahan lebih banyak, capek lebih banyak, makan lebih banyak, dan minum lebih banyak, itulah yang turut dirasakan oleh kedua sahabat itu. Sebagian hari mereka dihabiskan untuk belajar dan latihan dan ketika malam hari tiba mereka tertidur pulas karena kelelahan. Sebenarnya ada yang salah dengan keikutsertaan salah dari satu mereka. Imel alias imellsa ! belum pernah memimpin paduan suara manapun. Ini adalah pengalaman pertamanya, sementara Ririn alias Rimesa Sabrina merupakan salah satu anggota paskibra dijaman SMAnya. Entah dimana letak kesalahan dosen wali itu sampai menunjuk Imel. Seumur hidupnya Imel selalu menjadi peserta upacara bukannya malah memimpin paduan suara, tapi Imel orang yang cepat dan tanggap belajar, satu hal yang menjadi tambahan di setiap doanya di pagi hari semoga dia beruntung dan tidak grogi pada waktunya nanti.
Sehari sebelum 17 Agustus
“Ah bosen nih, 17-an acaranya gituan melulu, yang upacara, terus baca undang-undang lah, ngulang teks proklamasi lah,kagak ada apa acara2 lain?” komentar susi teman seangkatan mereka
“ada dong! Joget poco2!” Eko yang bakalan jadi pemimpin upacara berkomentar Sontak anak-anak yang lain yang lagi pada istirahat dipinggir lapangan tertawa terbahak bahak, ada yang sambil joget pula
“Apa sih makna 17 agustus buat kalian?” tiba-tiba Ririn bersuara sambil sedikit tercenung
“hari kemerdekaan kan? Apanya yang mau merdeka, toh hidup Negara gini2 terus mah, tak ada progress cuy!” celutuk salah satu anak cowok
“tanggal 17 agustus ulang tahun gua” kata Dita cewek paling pendiam diangkatan mereka Sontak anak-anak kembali ribut, biasa minta ditraktir..
“Bagi aku ya, 17 agustus itu hari yang sakral, kalau tidak ada pengakuan proklamasi pada 17 agustus 1945 mungkin tak akan pernah ada yang namanya Republik Indonesia, bayangin aja deh gimana perjuangan orang-orang yang memperjuangkan deklarasi ini. Kayak kita kemarin yang seneng banget di ijinkan IB padahal mana pernah dapat IB selama 2 hari pool diluar” Patra cowok yang paling cakep dan menjabat sebagai wakil senat berkomentar
“Serasa dapat uang segepok disaat uang didompet elu Cuma tinggal goceng doang” ari menambahkan
“ah elu mah pitih muluu!” dastan yang duduk disamping Ari menimpali dan disambut selorohan dari teman-teman yang lainnya
“kalau mau memerdekakan negara ini yee.. ga perlu sebenarnya pake acara ceremonial belaka, yang penting tuh aksi, langsung kerja nyata, konkret. Yang penting ada manfaat yang kita lakuin terhadap masyarakat ini” Susi kembali menimpali
“lah itu seandainya semua org indonesia raya ini berfikir kayak elu, lalu upacara gimana? ditiadakan?” eko bertanya
“ya kagak.. tu masi ada bapak ibu KOPRI, bapak-bapak tentara, semua yang mengabdi pada Negara lah” ujar susi
“lah elu sebagai anak bangsa apa kagak mengabdi pada Negara, nah hidup elu mau diabdikan ke sapa neng?haha” dastan ngakak
“kepada Gusti Allah.. “ Ari tersenyum dikulum, teman-teman yang lain pada nyengir
“elu mah, lama-lama gua bacok ri, hahhaa” dastan menimpali sementara Susi memerah mukanya, malu..
“Banyak yang harus kita syukuri, bayangin aja kitajuga bisa menikmati kemajuan pengetahuan, ilmu, dan dan kebijaksanaan setelah kemerdekaan diperoleh juga karena ada orang yang mengorbankan diri untuk memajukannya, ya mereka itu yang terbaring di makam pahlawan dan mereka yang entah berantah kuburannya demi berharap dan memperjuangkan kemerdekaan”
“kata Atok Imel ya.. jangan tanya apa yang telah Negara berikan kepadamu tapi tanyakanlah apa yang udah kamu berikan kepada Negara ini, atok ivy dulunya Cuma seorang pemuda yang lahir sebelum kemerdekaan dan sempat merasakan gimana engga enaknya menjadi anak-anak di jaman dulu, orang-orang asing,bahasa yang bercampur, ketakutan, kecemasan, teriakan-teriakan, jangankan untuk bermain dengan sesama teman, keluar pintu rumah saja kata atok udah senang banget, jauh beda dengan anak pemuda jaman sekarang, pergi pagi eh pulangnya pagi lagi” Imel yang tadi terdiam membuka suara Hening..mereka terdiam mendengarkan
“dulu itu ya, apa-apa serba susah, buat makan susah, buat komunikasi susah Cuma ada radio doang, dimana-mana terjadi pemberontakan, sama sekali tidak ada kebebasan, sampai akhirnya pengumuman proklamasi itu tiba, para pejuang dan pahlawan bangsa itu yang merebut kemerdekaan dengan cucuran keringat bercampur darah dan nyawa jadi kebohongan besar dan fitnah yang keji jika ada orang mengatakan bahwa kemerdekaan kita adalah hadiah dari Jepang maupun Belanda”
“sekarang kita memang masa perjuangan fisik udah berakhir, sekarang tinggal kita generasi penerus yang harus mengisi kemerdekaan ini dengan rasa tanggung jawab dengan keahlian menurut bidangnya masing-masing, coba kita diposisi mereka yang telah memperjuangkan kemerdekaan ini, apakah kita rela bila melihat bumi pertiwi yang telah dipertahankan mati-matian direbut oleh bangsa lain? Ga hanya dari wilayahnya, budaya kita ciri khas kita? Apakah kita rela? Kita akan marah sekali bukan?” Imel mengakhiri
“Jujur aja mel, gua ga rela pajak yang kita bayar larinya ke kantong Gayus dkk.” Celutuk Dastan sambil cengengesan
“emang elunya mau gitu jadi Gayus pake wig kemana-mana?” Ari nyengir, teman-teman yang lain tertawa
“Najoong! Kagak! Gua mah mau hidup tenang, nyari rejeki halaall!!” Seru Dastan.
“Nah, bayangin kalau semua orang di Indonesia raya ini berfikiran macam elu, nyari rejeki halal, mau berusaha untuk menaikkan taraf kehidupan dengan cara yang benar, insya Allah negara ini walau masih status berkembang bakalan sejahtera tan,” Ririn menambahkan
“Jas Merah lah ya.” Gumam Eko ‘apa-an tuh?’
“jangan sekali-kali merupakan sejara, gimana sih elu”
“maklum gua anak IPA”
“IPA masi ada pelajaran sejarah kale..”
Dan untuk sesaat anak-anak itu tenggelam bersama canda tawa mereka, dan tiba-tiba: PRIIIIIIIIITTT
“Hei kalian! Waktu istirahatnya lewat 10 menit! Lanjutkan gladi resik!!’ pelatih mereka menghampiri sambil berkacak pinggang
“SIAP PELATIH!” serempak mereka menjawab Dan gladi resik pun dimulai..
Tepat tanggal 17 agustus, 10 menit sebelum upacara dimulai
“Ririn.. aku panik nih! Aduh gimana yaa?” Imel berjalan bolak balik dihadapan Ririn yang sibuk berkutat dengan tali temali sepatunya
“Santai mel, elu pasti bisa! Percaya gua dah” Ririn masih menunduk
“ga Rin.. it’s the first time lho.. aku nervous, nih tanganku coba rasain.. rasaa..” imel menempelkan jari jemarinya yang gemetaran ke pipi Ririn,dingin.
“sini tangan elu” Ririn mengambil tangan Imel dan menautkan dengan jari jemarinya
“be cool mel, semua akan baik-baik saja. Percaya gua deh. Gua juga sama groginya kaya elu”
“tapi kamu sudah terbiasa bora, aku.. mana pernah” ujar Imel
“be cool mel, semua akan baik-baik saja. Percaya gua deh. Gua juga sama groginya kaya elu”
“tapi kamu sudah terbiasa bora, aku.. mana pernah” ujar mel
“pasti bisa, sebut nama gua tiga kali pasti elu tenang deh” Ririn nyengir kuda dan sebagai imbalannya Imel menjitak kepalanya
“sakit tauu!!” Ririn meringis tapi tidak menghentikan tawanya
‘percaya deh mel, ayo kita transfer energy! Nah sini tangan elu” Ririn menangkupkan kedua belah tangan mereka dan menggenggamnya erat-erat seraya berujar berkali kali
“kita pasti bisa”
Kemudian mereka keluar melangkah keluar kamar menuju lapangan upacara yang telah disiapkan Bau rumput hijau yang basah menyambut mereka, kemudian Ririn dan Imel berpisah menuju tempat mereka masing-masing. Pagi itu sangat cerah, matahari mulai memancarkan cahayanya di ufuk timur, udara pagi begitu segar, para mahasiswa peserta sekaligus pelaksana upacara menggunakan seragam mereka rapi, puluhan umbul-umbul warna-warni telah terpasang diarea lapangan upacara sesekali berayun tertiup angin, dan barisan-barisan mulai dibentuk, waktu untuk memperingati detik-detik proklamasi hampir tiba.
Tiba saatnya prosesi itu di mulai, satu persatu seperti biasa. Tahapan yang sudah sangat dihafal dan dilakukan satu kali di setiap tahunnya. Proklamasi di perdengarkan, dan sang Merah Putih siap dikibarkan. Ririn dengan mantap melangkahkan kakinya dan dengan anggun membentangkan Sang Merah Putih yang siap menemui puncak tertingginya, Imel sudah bersiap di hadapan paduan suaranya, sebelum lagu dimulai Imel sempat terseyum dan berceletuk
“masih ingat lagu Indonesia Raya? Semangat ya!”
Dan suara-suara indah itu menggema dan menggaung ke angkasa mengantarkan
sang merah putih ke langit biru yang menyambutnya, Merdeka!